Guru Pelita dalam Kegelapan

Guru Pelita dalam Kegelapan

Post a Comment
Sebuah pepatah mengatakan guru adalah pelita dalam kegelapan? Yap, rasanya pepatah itu tidak berlebihan dalam memuji seorang guru. Guru dianggap sebagai pelita atau lilin yang memberikan secercah harapan dalam gelapnya kebodohan menuju terangnya masa depan yang indah disebabkan bertambahnya ilmu pengetahuan.
Guru Pelita dalam Kegelapan

Masih teringat dibenak saya, lagu hymne guru yang selalu dinyanyikan jika tiba hari guru, 
engkau sebagai pelita dalam kegelapan, engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan, engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa...

Begitu pentingnya peran seorang guru dalam mencerdaskan kehidupan generasi bangsa ini, sehingga sampai-sampai guru dianggap seperti lentera yang menyinari dunia, membebaskan dari kegelapan dunia. Gurulah orang yang membawa siswa keluar dari gelapnya kebodohan. Guru yang mendampingi anak-anak belajar untuk membuka wawasannya mengenai dunia dan seisinya sehingga generasi masa depan ini memiliki bekal dalam mengarungi kehidupan secara mandiri dan penuh percaya diri.

Dulu, rasanya menjadi guru adalah profesi yang sangat dihormati sekali. Sekelas priyayi gitu, yaa. Makanya cita-cita saya sejak kecil ingin menjadi guru. Saya kagum kepada guru-guru saya dahulu, terutama guru TK dan guru kelas 1 SD. Mereka sabar sekali mendampingi saya bertumbuh, mengajari cara menulis dengan sangat sabar, menuntun jari-jemari kecil saya memegang pensil dan menulis di buku anggun. Sampai sekarang saya ingat sekali, karena kedua guru itu bernama ibu Sri.

Namanya sama dengan nama depan saya, sehingga saya kecil pun ingin menjadi Ibu Sri di masa depan saya. Alhamdulillah akhirnya terkabul juga, saya menjadi seorang guru sekaligus Kepala TK di dekat rumah saya.

Waktu terus berputar mengikuti perkembangan zaman. Saat ini tantangan sebagai seorang guru tak sama dengan guru di masa lalu. Sekarang, meski guru sudah melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya, orang tua dan siswa ada saja yang tidak menghormati seorang guru. Kasus terkini adalah penahanan kepada seorang guru SD di daerah Konawe Selatan disebabkan guru menghukum seorang muridnya yang tidak tertib. Sedih membaca kasus ini. Alhamdulillah akhirnya kabar terbaru pun muncul, ibu guru sudah dibebaskan kembali.

Fiuh, itulah suka duka menjadi guru zaman now. Kalau kurang-kurang ikhlas dan sabar mah, mungkin banyak guru yang menyerah. Tapi meski tantangannya sudah seperti itu, jumlah guru pada tahun 2023-2024 berjumlah 3,37 juta orang dan terbanyak jumlah guru adalah di SD. Guru saat ini masih belum dirasakan kesejahteraannya terutama kesejahteraan bagi guru-guru honorer dan guru swasta. Gaji mereka tidak sebanding dengan beban kerja yang sama dengan guru yang sudah bersertifikasi dan guru tetap di negeri. Miris.

Guru, meski kesejahteraan tergolong rendah, namun semangatnya mengabdi kepada bangsa tak pernah luntur, seperti halnya seorang Diana Cristiana Dacosta. Seorang guru penggerak yang bekerja di sebuah desa di pelosok Papua Selatan, tepatnya di SD Negeri di Kampung Atti.

Siapakah Diana Cristiana Dacosta? Mari Moms, kumpul di sini, akan saya ceritakan siapakah guru inspiratif ini.

Dialah ....

Pengabdi Pendidikan di Pelosok Papua Selatan

Ibu Diana, demikian ibu guru cantik dan baik hati ini dipanggil. Beliau terpanggil untuk mengabdikan dirinya menjadi seorang pendidik di SD Negeri Atti, Papua Selatan. Ibu Diana mendaftarkan diri menjadi seorang guru penggerak.

Menjadi guru penggerak ini tak sekadar menjadi guru saja, namun juga harus bisa menjadi motor dalam perubahan pada sekolah, diri siswa dan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Tantangannya banyak.

Menjadi guru penggerak, Ibu Diana harus melewati proses seleksi yang ketat dan mengikuti pelatihan intensif sebagai guru penggerak selama kurnag lebih 9 bulan. Hal ini dimaksudkan agar guru penggerak memiliki bekal dalam bergerak di sekolah baru dalam hal meningkatkan kualitas pembelajaran, mengembangkan potensi guru lainnya, dan mendorong terjadinya inovasi pendidikan di sekolah.

Tugas guru penggerak ini banyak, selain yang disebutkan di atas, guru penggerak juga harus mampu mengembangkan karakter siswa, dan berkolaborasi bersama dengan pemangku kebijakan, seperti dinas pendidikan setempat, pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru lainnya.

Mengapa Memilih SD Negeri Atti, Papua Selatan?

Ibu Diana merasa prihatin dengan kondisi anak-anak di Kampung Atti. Anak-anak di kampung itu tidak ada yang bersekolah. Malah sudah bertahun-tahun sekolah SD negeri Atti tidak ada kegiatan belajar mengajar, karena selain muridnya tidak berminat sekolah, juga gurunya juga tidak ada.

Jadi, kondisi anak-anak di sana usia SD kelas 6 belum bisa membaca dengan baik. Kondisi yang sangat memilukan ini terjadi di Papua Selatan. Di beberapa sekolah di Jawa Barat juga ada. Kemungkinan kondisi yang terjadi kurang lebih mirip mungkin, yaa. Karena siswa tidak berminat belajar dan tidak ada guru yang mengajar. Ada sekitar 200 kepala keluar di Kampung Atti. Anak-anak kebanyakan tidak bersekolah karena membantu ayahnya mencari makan ke dalam hutan. 

Akhirnya Ibu Diana datang ke sekolah itu, dan mengajak anak-anak di sekitar sekolah bersekolah kembali. Ada sekitar 65 siswa yang hadir di sekolah. Kondisi sekolah sangatlah mengenaskan. Lantai dan bangunan tidak layak disebut bangunan sekolah. Anak-anak bersekolah dengan duduk di lantai karena terbatasnya jumlah meja dan kursi untuk siswa belajar.

Diana Cristiana Dacosta

Ibu Diana fokus mengajarkan mereka membaca, menulis, berhitung dan nasionalisme. Dengan tekun, Ibu Diana bersama 2 rekan guru lainnya mengajarkan anak-anak malang ini, akhirnya mereka bisa literasi dasar, membaca, menulis dan berhitung dengan baik.

Pada awal tahun ajaran 2023 lalu, siswa yang bersekolah akhirnya tambah menjadi 85 orang siswa. Alhamdulillah tahun 2024 ini, ada sekitar 14 siswa yang berhasil melanjutkan bersekolah ke jenjang SMP.

Simpulan

Ibu Diana berhasil mengantarkan anak-anak di Kampung Atti dari gelapnya kebodohan menuju terangnya ilmu pengetahuan. Orang tua siswa juga bisa diubah paradigmanya yang tadinya tidak mendukung pendidikan untuk anaknya menjadi pendukung utama dalam pendidikan.

Pantaslah jika akhirnya Ibu Diana Cristiana Dacosta meraih Satu Indonesia Awards tahun 2023 dibidang pendidikan karena dedikasinya sebagai guru penggerak di wilayah terpencil di Papua Selatan patut diacungi jempol. Selamat Ibu Diana, kau memang pahlawan tanpa tanda jasa!

Sri Widiyastuti
Saya ibu rumah tangga dengan 6 orang anak. Pernah tinggal di Jepang dan Malaysia. Isi blog ini sebagian besar bercerita tentang lifestyle, parenting (pengasuhan anak) dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga dan perempuan. Untuk kerjasama silakan hubungi saya melalui email: sri.widiyastuti@gmail.com

Related Posts

Post a Comment