Pengalaman bekerja di Jepang. Hai, Moms, assalamu'alaikum. Kali ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman saya waktu tinggal di Jepang. Dulu pernah merasakan jadi wanita bekerja waktu di Jepang. Anak anak masih kecil dan saya terpaksa harus bekerja di sebuah pabrik di pinggir kota Utsunomiya.
Waktu itu saya baru punya dua anak. Suami masih berstatus mahasiswa. Sementara beasiswa sudah putus. Jadilah saya bekerja untuk bisa hidup di Jepang. Anak anak saya titipkan di tempat penitipan anak.
Mencari pekerjaan dan bekerja di Jepang bukanlah hal yang mudah, karena terkait dengan peraturan keimigrasian. Sebagai warga asing tentu saja kita harus mematuhi peraturan atau dideportasi karena melanggar.
Jadi, waktu itu beasiswa suami diputus, karena beasiswa hanya diberikan selama 3 tahun. Suami belum menyelesaikan studi S3nya sehingga tentu saja kita melanjutkan kehidupan selama di jepang dengan mantab, makan tabungan.
Lama kelamaan tabungan habis dan saya pun meminta ijin untuk bekerja. Ide bekerja ini sebenarnya ditentang oleh paksuami. Karena Saya ada 2 orang anak. Mau pulang, suami juga ga ijinkan, sebab ga mau jauh dari anak istri dan terbentur biaya juga.
Akhirnya saya soudan sama guru bahasa jepang saya soal masalah saya. Mereka mau menbantu. Saya diarahkan ke kiyakusho dan kantor imigrasi minta surat kebenaran menjadi pekerja asing. Setelah itu, ke kantor seperti dinas sosial gitu. Mereka menbantu mencarikan pekerjaan yang pas dan pantas untuk kita. Caranya dengan mengisi form aplikasi nanti mereka menyambungkan dengan perusahaan.
Niat awalnya arubaito aja, kerja paruh waktu. Selama saya bekerja suami menjaga anak anak. Awalnya saya bekerja di kedai ramen. Buka dari jam 5 sore sampai tengah malam. Saya bekerja selama 4-5 jam. Bekerja mencuci piring. Tapi tak bertahan Lama, karena saya jatuh dari sepeda sehingga tangan terkilir.
Lalu, saya bekerja membagikan pamflet di jalan di dekat Tobu. Tapi itupun tak bertahan lama, Karena sachou gak puas dengan kerja saya. Lalu terakhir dibantu Shibuya sensei saya bekerja di pabrik plastik,membuat kotak untuk kosmetik dan rokok, saya jadi quality control. Di pabrik ini saya betah bekerja karena sachounya baik dan teman teman juga baik.
Jadi, waktu itu beasiswa suami diputus, karena beasiswa hanya diberikan selama 3 tahun. Suami belum menyelesaikan studi S3nya sehingga tentu saja kita melanjutkan kehidupan selama di jepang dengan mantab, makan tabungan.
Lama kelamaan tabungan habis dan saya pun meminta ijin untuk bekerja. Ide bekerja ini sebenarnya ditentang oleh paksuami. Karena Saya ada 2 orang anak. Mau pulang, suami juga ga ijinkan, sebab ga mau jauh dari anak istri dan terbentur biaya juga.
Akhirnya saya soudan sama guru bahasa jepang saya soal masalah saya. Mereka mau menbantu. Saya diarahkan ke kiyakusho dan kantor imigrasi minta surat kebenaran menjadi pekerja asing. Setelah itu, ke kantor seperti dinas sosial gitu. Mereka menbantu mencarikan pekerjaan yang pas dan pantas untuk kita. Caranya dengan mengisi form aplikasi nanti mereka menyambungkan dengan perusahaan.
Niat awalnya arubaito aja, kerja paruh waktu. Selama saya bekerja suami menjaga anak anak. Awalnya saya bekerja di kedai ramen. Buka dari jam 5 sore sampai tengah malam. Saya bekerja selama 4-5 jam. Bekerja mencuci piring. Tapi tak bertahan Lama, karena saya jatuh dari sepeda sehingga tangan terkilir.
Lalu, saya bekerja membagikan pamflet di jalan di dekat Tobu. Tapi itupun tak bertahan lama, Karena sachou gak puas dengan kerja saya. Lalu terakhir dibantu Shibuya sensei saya bekerja di pabrik plastik,membuat kotak untuk kosmetik dan rokok, saya jadi quality control. Di pabrik ini saya betah bekerja karena sachounya baik dan teman teman juga baik.
Pulang kerja, kadang saya dijemput suami dan anak-anak kadang juga saya naik bis lalu jemput anak anak di penitipan anak (houkoen). Kami pulang dengan menaiki sepeda. Si kakak di belakang, teteh di depan.
Sebenarnya saya tidak mahir bersepeda, tapi karena terpaksa harus bisa, akhirnya saya bisa juga, begitu bisa langsung bonceng dua anak. Saya juga tidak pinter berbahasa Jepang. Bekerja di sana berkat bantuan sensei dan teman teman saya yang sudah seperti keluarga.
Itulah yang namanya kekuatan seorang ibu, ya. Tidak bisa menjadi bisa. Bahkan setiap saya melahirkan, saya hanya ditemani suami dan teman teman karena jarak memisahkan saya dengan keluarga inti. Pengalaman ini membuat saya kuat dan mudah berempati pada ibu lain. Karena menjadi ibu itu tidak mudah. Tantangannya banyak jadi dibuat happy aja ya. Tetep semangat yuk karena kita tidak sendiri. Ada Allah yang menjaga kita
Masya Allah Mbak Sri ini hebat sekali :D Merantau ke Jepang demi menemani suami melanjutkan studi S3, punya dua anak yang masih kecil. Harus bekerja demi hidup berempat. Semua dilakoni dengan ikhlas dan suka cita. ALhamdulillaah barokah ya mbak, semua dilancarkan, ada Allah yang menjaga keluarga mbak. Senang baca tulisan ini :D
ReplyDeleteSeru banget kisahnya di Jepang Mak, aku aja yang bacanya membayangkan wow banget. Kbayang Ibu bekerja dengan anak2 di rumah bukan hal yang mudah membagi waktu, tetep harus bertahan yaa. Selalu salut sama Ibu2 yang bekerja akutuu, saling menyemangati satu sama lain.
ReplyDeleteJadi ingat pengalaman saya juga. Naik sepeda bonceng antar jemput dua anak. Satu di depan satu di belakang. Kalau ke "kota" pakai sepeda karena saya ga ada izin mengendarai. Tapi kalau di lingkungan distrik, saya suka pakai sepeda motor matic majikan. Seru tapi deg-degan juga.
ReplyDeleteSampai sekarang pasti komunikasi dengan sensei terjaga baik ya?
Pasti berat banget, ya. Udah kerja, si negeri orang lagi. Apa lagi jepang punya etos kerja yang tinggi, kadang susah dikejar sama orang indonesia.
ReplyDeleteAlhamdulillah dimudahkan ya mbak selama proses pencarian kerja termasuk jadi bisa naik sepeda langsung bonceng dua anak. Kalau ada niat & usaha Insya Allah bisa
ReplyDeletePengalaman ini bisa jadi pelajaran bahwa terlihat keras kehidupan selama bekerja di Jepang tapi alhamdulillah kalau bisa lewati bersama maka jadi kenangan indah
ReplyDeleteaku sukaaakkk baca cerita iniii
ReplyDeletekarena aku suka penasaran dgn kiat/tips supaya tetep survive di negeri orang
kalo bisa, banyakin postingan soal Jepang ya mba Sri
*netyjen request* hihihi
Hebat banget Teh! Sekalinya kerja ternyata di negara orang. Status pun sbg WNA di negara tersebut. Insya Allah berkah ya. Pengalaman yang Teteh dapatkan tentu juga sangat berharga.
ReplyDeleteMasya Allah... Luar biasa, Mak.. Ngebayangin saat harus menjalaninya di masa itu, pasti dilema dan ngga mudah juga yaa.. Sekarang, melihat ke masa lalu malah bisa dijadikan cerita :)
ReplyDeleteTeteh, luar biasa. Duh, kebayang perjuangannya untuk bisa bertahan di negeri orang. Jauh dari keluarga, saudara.
ReplyDeleteMemang sih kalau jadi perantauan, Teman-teman itulah saudara kita. Alhamdulillah teteh bertemu dengan teman-teman yang baik. Akhirnya semua sudah terlewati, ya Teh.
Bagaimanapun, pengalaman bekerja ini berkedsn ya mba. Membagi waktu, hidup di negara orang adalah tantangan. Semangat selalu ummi saki
ReplyDeleteWah..kak Sri persis banget sama mbakku.
ReplyDeleteDulu mas juga ambil sekolah lagi S2 dan S3 di Jepang sampai post doc. Jadi karena mbak belum diberi keturunan, sebagai aktivitas juga bekerja. Apa saja karena pekerjaan di jepang ini semua akan memperkaya pengalaman.
**karena gaji di Jepang bener-bener upah pekerja yaa, kak... Jadi terasa sekali. kalau di Indonesia kan beda-beda terantung kondisi perusahaannya.
Wah hebaattt. Nggak kebayang tinggal di negeri orang, jauh dari keluarga dan harus komunikasi dengan bahasa yang beda pula... tapi sekarang pasti bersyukur ya setelah bisa melampaui itu semua. Jadi banyak pengalamannya
ReplyDeleteMasyaAllah ya mba perjuangan bnget tinggal jauh dari sanak saudara terus tinggal di Jepang Juga...salut sama mba Sri aku baca sambil ngebayangin mba Sri bonceng sepeda Sama anak2...
ReplyDeleteSelalu sehat2 y mba.. apapun Kita bisa lakukan untuk keluarga
Seru banget pengalaman mak nih, gak mudah emang bertahan apalagi bekerja di negara orang. Alhamdulillah jadi punya pengalaman yah, semangat
ReplyDeletekece mba di mana aja namanya ibu bisa strong demi keluarga ya mba
ReplyDeletesemoga bisa ke sana lagi mba sambil mengenang bawa anak-anak yang tentunya sudah besar
selalu ada jalan ya mba disaat kesempitan sepeerti itu alhamdulilah dimudahkanNya dapat pekerjaan dibantu dengan teman2 yang baik. menarik kisah di Jepangnya
ReplyDeleteMasya Allah Teteh baru dengar tentang cerita Teteh yang bekerja ini. Sungguh strong woman banget.
ReplyDeleteKalimat terakhir itu menjadi kekuatan kita untuk berjuang ya mbak. Harus semangat karna ada Allah yang menjaga kita. Aku ngikutin cerita mba Tuti di FB saat masih di Jepang sampai di Malaysia. Nggak kebayang gimana gak bisa naik sepeda akhirnya menjadi bisa demi keluarga
ReplyDeleteAih seru dan pasti jadi kenangan indah ya teh, aku juga suka banget deh kalau ingat masa lalu kerja. Apalagi teteh di Jepang, jadi pengalaman yang spesial kan
ReplyDeleteKeren Mbak. Salut sama perjuangan Mbaknya. Berusaha bertahan hidup di negeri orang. Aku jadi inget temen yang kerja di jepang katanya mereka itu budaya gila kerjanya tinggi, ya ga sih?
ReplyDeleteCeritanya seru banget dan penuh perjuangan. Pengalaman yang sangat berharga dan pantas dibagikan. saya suka baca postingan seperti ini dan berharap bisa menulis senyaman ini. Oh ya, Jepang adalah salah satu negara impian saya yang kini menjadi negara impian anak saya. Pengalaman Mbak pasti saya ceritakan sama anak saya.
ReplyDeleteHidup di Jepang biaya hidup mahal ya Mak, tapi gajinya juga lumayan
ReplyDelete