Sudah sejak lama saya mengidamkan
ingin bertemu dengan inspirator bangsa yang satu ini. Bahkan sejak saya kecil.
Seorang negarawan yang sederhana, cerdas dan memiliki kepribadian yang unik.
Beliau menjadi buah bibir di antara kami – anak kecil itu di masa tahun
80an- karena kepakarannya di bidang
teknologi dirgantara. Membuat pesawat terbang. Ya, benar! Beliau adalah
Presiden RI ke-3, Bapak BJ Habibie.
Dulu, seingat saya, anak-anak
kecil seusia saya, jika ditanya, kelak kalau sudah besar mau jadi apa? Pasti
jawabannya adalah, “INGIN JADI PAK HABIBIE!”
Sesi Pertama Bincang uku Habibie The Series |
Ya … kenangan masa kecil itu,
kemudian membawa saya menuju sebuah tempat di Jakarta, pada suatu Ahad, 7
Agustus 2016 yang lalu. Saya mengikuti sebuah acara Bincang Buku Habibie The
Series dan Diskusi Publik, yang diselenggarakan di Museum Bank Mandiri,
Jakarta. Tema besar diskusi public ini adalah “Menggali Inspirasi dari 80 Tahun
Habibie”.
Dari tema besar tersebut diskusi
publik ini kemudian dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama mengangkat tema
Kunci Sukses Eyang Bangsa. “Mengulik Kepribadian Eyang Habibie Dalam Meraih
Sukses”. Dan sesi kedua mengangkat tema “Kepemimpinan BJ Habibie dalam
Pengembangan SDM Indonesia.
Hadir sebagai pembicara di dalam
diskusi ini Bapak Andi M. Makka (Tim
Habibie Center). Pak Andi Makka ini adalah orang dekat Eyang Habibie, menurut pengakuannya,
setiap 10 tahun Eyang Habibie ulang tahun, beliau menghadiahkan sebuah buku
yang berisi tentang kehidupan Eyang Habibie. Nah tahun ini, beliau terlupa
kalau usia Eyang Habibie sudah 80 tahun, akhirnya dua bulan sebelum hari ulang
tahun Eyang Habibie beliau menulis dibantu oleh tim penulis. Pak Andi Makka ini
juga mantan Pemred Harian Republika.
Bapak Sutanto Sastrareja, beliau
menjadi Tim penulis buku Habibie The series dan dosen UNS Solo. Dan beberapa
tokoh dan anak-anak intelektual Eyang Habibie, seperti Pak Nurmahmudi Ismail
(Mantan Menteri Kehutanan dan mantan walikota Depok), Pak Bambang Setiadi, Pak
Wendi.
Saya memang berminat ingin mengulik
lebih dalam kepribadian yang unik Eyang Habibie. Alhamdulillah, di dalam
diskusi ini, ada sesi bedah buku Habibie The Series yang isinya pembentangan
utuh Eyang Habibie, baik itu sebagai
pribadi, sebagai kepala keluarga, sebagai suami, sebagai ayah, sebagai anggota
masyarakat, sebagai teknokrat, sebagai atasan dan sebagai presiden.
Habibie The Series
Buku Habibie The Series ini
terdiri dari 8 buku yang ditulis oleh Pak Andi Makka, Tim penulis dari penerbit
Tiga Serangkai dan kumpulan surat dari masyarakat yang mencintai beliau.
Pada sesi pertama, Pak Andi
memaparkan tentang isi dari masing-masing buku tersebut.
Buku kesatu: Jangan Pernah
Berhenti (Jadi) Habibie.
Buku ini ditulis oleh Bapak Sutanto Sastradireja.
Berisi tentang pencapaian-pencapaian yang telah dilakukan oleh Eyang Habibie
dalam berkhidmat kepada bangsa Indonesia, baik itu dalam masa kepeimpinannya
yang singkat dan kejeniusannya di dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Buku ini diharapkan memberi inspirasi kepada para penerus bangsa khususnya dan
bangsa Indonesia pada umumnya, merasa bangga memiliki asset bangsa seperti
Eyang Habibie.
Buku kedua: Habibie Jejak Sang
Penanda Kebangkitan.
Buku kedua ini berisi testimoni
dari tokoh-tokoh yang dekat dengan Eyang Habibie. Bagaimana rekam jejak seorang Habibie menjadi
penanda kebangkitan bangsa Indonesia.
Diceritakan saat Eyang Habibie
diminta oleh Presiden Indonesia kedua, Bapak H. Soeharto untuk mengabdi kepada
negara. Padahal saat itu Eyang Habibie sudah bekerja di Messerschmintt Bolkow
Blohn atau MBB di Hamburg dan menjadi vice president di MBB.
Dengan jabatan yang tinggi dan
kecerdasan yang luar biasa, pemerintah Jerman pernah meminta beliau untuk
menjadi warganegara Jerman, tetapi permintaan itu ditolak Eyang Habibie.
“Sekalipun menjadi warga negara
Jerman, kalau suatu saat tanah air memanggil, maka paspor Jerman akan saya
robek dan saya akan kembali ke tanah air,” demikian kutipan kata-kata Eyang
Habibie di dalam buku “Habibie dan Ainun”.
Dan terbukti, hingga hari ini,
Eyang Habibie lebih memilih setia menjadi Warga Negara Indonesia, meski pada
tahun 2004 saat beliau menjabat sebagai Presiden RI ke-3, laporan
pertanggungjawaban beliau selaku Presiden ditolak, beliau tidak mengganti
kewarganegaraannya. Beliau tinggal di Jerman dengan tetap menjadi WNI.
Sebuah keikhlasan yang sungguh
luar biasa. Setelah didzolimi, tetap mencintai tanah tumpah darahnya. Dan saya semakin kagum, karena beliau benar-benar inspirator yang merdeka, tidak dalam pengaruh atau kekuasaan orang lain/ negara lain terhadap dirinya.
Buku ketiga: Habibie Karya Nyata
Untuk Indonesia
Buku series ketiga ini berisi
tentang prestasi-prestasi Eyang Habibie baik itu sebagai pakar aeronautika
terkemuka dan juga dalam bidang politik di Indonesia. Di buku ini juga
diceritakan pesawat buatannya yang terbang untuk pertama kali.
Di dalam buku ini juga memuat
visi, misi, pandangan dan gagasan-gagasan Eyang Habibie dalam memajukan
Indonesia.
Buku keempat: Habibie Totalitas
Sang Teknosof
Seri ini ditulis oleh Pak Andi M.
Makka. Berisi tentang hal-hal terkini Eyang Habibie. Bahwa pernah pada tahun
1990, orang-orang bimbang, akan dimasukan ke ranah mana kepakaran Eyang
Habibie, apakah ranah ekonom atau teknokrat. Akhirnya terjawablah bahwa
sesungguhnya Eyang Habibie adalah seorang teknosof, yaitu seseorang yang
mendalami filsafat teknologi.
Eyang BJ Habibie mendapat gelar
Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Filsafat dan Teknologi dari Universitas
Indonesia pada tahun 2010.
Buku kelima: Habibie Musik, Film
dan Kegemaran
Eyang Habibie sebagai pribadi
yang unik juga memiliki kegemaran yang hamper sama dengan masyarakat pada
umumnya. Beliau suka main music, mendengarkan music dan menonton film.
Saat ibu Ainun wafat, kegemaran
yang selalu dilakukan berdua bersama dengan ibu Ainun terpaksa harus dilakukan
sendiri. Begitu dalam rasa cintanya kepada
ibu Ainun yang telah wafat, Eyang Habibie pun meminta kepada Ananda Sukarlan – seorang pianis kaliber
Internasional- untuk menciptakan sebuah karya music untuk mengenang Ibu AInun
Habibie.
Karya music mengenang ibu Ainun
Habibie kemudian masuk di dalam deretan Rapsodia Nusantara dan dimainkan untuk
pertama kalinya pada tanggal 11 Agustus 2014 bertepatan dengan hari lahir ibu Ainun Habibie. Rapsodia Nusantara ini adalah
proyek music pribadi Ananda Sukarlan yang dikemas dengan music-music
tradisional Indonesia yang telah dilaunching pada bulan Desember2014 .
Buku keenam; Habibie Makna
Dibalik Lensa
Salah satu hobi dari Eyang
Habibie adalah mengabadikan apa yang terlihat di depan matanya. Beliau hobi
fotografi. Pak Andi Makka bercerita, bahwa Eyang Habibie pernah memotret awan
ketika berada di dalam pesawat. Dan menurut Eyang, awan itu akan sangat
indah ketika pertama kali dilihat.
Oleh itulah banyak peristiwa dan
keindahan alam yang tertangkap oleh lensa kameranya dan dipamerkan di acara
memperingati 80 tahun usia Eyang Habibie.
Buku ketujuh: Ainun Mata Cinta
Habibie
Buku ini berisi tentang bagaimana
mengispirasinya ibu Ainun Habibie. Hingga meski telah tiada, Eyang Habibie
begitu terkesan kepadanya. Sampai Andi Sukarlan menggambarkan, bahwa romantisme
cinta Eyang Habibie kepada Ibu Ainun mengalahkan kisah cinta Romeo dan Juliet.
Saking indahnya.
Buku ini juga berkisah tentang
kegemaran ibu AInun menonton sinetron Cinta Fitri. Hingga produser film tivi
itu mengirimkan setiap episode baru kepada ibu AInun demi mengetahui sinetron
itu digemari oleh Ibu Ainun.
Buku kedelapan: Habibie dalam
Komik, Puisi dan Surat
Buku ini berisi apresiasi
masyarakat kepada Eyang Habibie. Wujud dari masyarakat yang mencintai dan
mengagumi Eyang Habibie sebagai sosok
inspirator bangsa dengan jujur dan tulus.
Setelah Pak Andi Makka dan pak
Sutanto memaparkan tentang isi dari 8 series buku Habibie ini, Mas Boim Lebon
sebagai moderator mempersilakan peserta untuk bertanya. Setelah sesi Tanya
jawab, acara ditutup untuk sementara untuk melakukan shalat dzuhur dan
istirahat makan siang bersama.
Saya shalat di masjid yang
terletak di dalam Museum Bank Indonesia. Masjidnya luas dan bersih terawat.
Dihiasi dengan tanaman merambat di sekitar tembok di halaman museum dengan
bunga yang indah berwarna-warni. Setelah shalat tak lupa saya mengabadikan
momen di museum Bank Indonesia itu dengan berfoto bersama teman-teman. Bangunan
kuno terawat itu sayang jika dilewati tanpa sebuah kenangan.
Setelah saya shalat, saya kembali
ke gedung Museum Bank Mandiri. Di sana mbak Gesang – panitia dari FLP- tampak
sibuk mengatur snack yang terdiri dari pisang rebus, ubi rebus, kacang rebus
dan kerupuk gadung. Sementara makan siang telah disediakan dalam wadah
steroform. Menu makan pada siang itu, nasi putih dengan lauk ayam bakar komplit
dengan sambal yang enak banget. Dan makan siang serta snack siang itu semua
mbak Gesang yang membuatnya sendiri. Wihhh … Hebat!
Pukul 2 siang, kembali acara
dibuka. Sesi dua pun dimulai kembali.
Sesi kedua: Kesaksian dari anak-anak ideologis |
Sesi kedua ini menampilkan
anak-anak ideologis dari Eyang Habibie. Ada empat pembicara di depan, yaitu Pak
Andi M. Makka, Pak Wendi, Pak Bambang Setiadi dan Pak Nurmahmudi Ismail.
Menarik menyimak cerita yang
disampaikan oleh Pak Nurmahmudi Ismail tentang gaya kepemimpinan Eyang Habibie.
Pak Nur Mahmudi adalah salah seorang anak ideologisnya Eyang Habibie. Bekerja
di BPPT, kemudian menjadi Menteri Kehutanan dan Walikota Depok.
Seperti yang kita ketahui bahwa
Presiden Ri ke-3 ini adalah pendiri dan kepala BPPT (Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi) periode 1974-1998. Pada masa kepemimpinan beliau, untuk
pertama kalinya dikenal jam kerja mulai pukul 8 pagi hingga 5 petang dengan
masa kerja lima hari, yaitu hari Senin hingga hari Jumat. Hari Sabtu dan Minggu
libur.
Beliaulah yang menggagas untuk
pertama kalinya pola kerja kantor perkotaan. Sehingga akhirnya jam kerja kantor
yang digagasnya tersebut menasional.
Dalam sistem kepegawaian, Eyang Habibie lebih mementingkan atau mengutamakan kinerja bukan absensi.
Yang lebih mengharukan seperti
yang dikisahkan oleh Pak Nur, ketika pada suatu ketika Pak Nur dan Eyang
Habibie bersebrangan partai politik (sebab pak Nur Mahmudi pada tahun 1999
menjadi Presiden Partai Keadilan), Eyang Habibie tetap bersikap baik dan
berlaku seperti biasanya, malah mendukung setiap gerak langkah pak Nur Mahmudi
dalam menuju perbaikan bangsa dan negara.
Lain kisah Pak Nur Mahmudi, lain
pula kisah kesaksian dari Pak Bambang Setiadi.
Pak Bambang Setiadi menceritakan
bahwa Eyang Habibie adalah seorang yang religious. Ketika beliau sedang
berkunjung ke sebuah daerah, maka Eyang berpesan pada pak Bambang untuk
mengagendakannya shalat di sebuah desa. Ini sesuai dengan apa yang sering
beliau nasehatkan kepada anak-anak ideologisnya; “Bekerja harus, berdoa juga
harus”.
Itulah hal pertama yang menjadi
inspirasi pak Bambang dalam menapaki kesuksesan hidupnya. Kemudian di sesi
kedua ini, Pak Bambang mengemukakan beberapa hal atau nasehat yang menjadikan
dia selalu ingat akan pesan-pesan Eyang Habibie kepadanya.
-
Bekerja harus, berdoa juga harus.
-
Tanggungjawab professional, ilmuwan bukan
pekerjaan tetapi sikap.
-
Teknokrat harus mengayomi.
-
Kerjsama internasional itu perlu.
-
Focus – lakukan – selesai – lapor.
-
Penghargaan itu akibat kerja keras.
-
Sederhanakan model masalahnya.
-
Perhatikan hubungan SDM – riset – industry.
-
Jangan berhenti berfikir, meskipun Anda pensiun.
Banyak hikmah yang bisa dipetik
dari pemaparan dari kesaksian anak-anak ideologis Eyang Habibie. Sayang waktu
juga yang akhirnya membatasi acara diskusi public dalam rangka ulang tahun
Eyang Habibie ke 80 tahun.
Acara Bincang Buku Habibie The
Series dan Diskusi Publik, “Menggali Inspirasi dari 80 Tahun Habibie” adalah
salah satu rangkaian acara yang digelar oleh Friends of Mandiri Museum bersama
dengan Pameran Foto #Habibie80 yang berlangsung dari tanggal 24 Juli hingga 21 Agustus di Museum Mandiri, Kota Tua, Jakarta Barat.
Pelaksana acara ini adalah Forum
Lingkar Pena yang tergabung dalam Friend of Mandiri Museum. Bekerjasama dengan
Habibie centre, Penerbit Tiga Serangkai, Museum Mandiri, Bank Mandiri dan
Lembaga Kursus Bahasa Asing Euro Management.
Dan syukur alhamdulillah,
jauh-jauh dari Bogor untuk mengikuti diskusi public ini, meski tidak bisa
berfoto bersama dengan Eyang Habibie, cukup terhibur dengan mendapatkan
voucher mengikuti kursus Bahasa asing dari euro Management.
Nah, bagi Anda yang belum sempat merapat ke Museum Mandiri, masih ada waktu hingga tanggal 21 Agustus nanti. Jangan sampai ketinggalan lagi ya. Banyak hal yang bisa Anda dapatkan di sana loh. Buat anak-anak juga ada lomba lomba yang menarik dengan hadiah menarik menanti.
aku juga kagum dengan kepintaran pak habibi
ReplyDeleteiya mbak ... subhanallah ya.. Allah menganugerahkan Indonesia seorang yang jenius dan humble luar biasa ...
Deleteselalu kagum sama pak habibie, entah kisah cintaya atau riwayat hidupnyaa :)
ReplyDeletesamaaaa makkkk :)
Delete