Sholallahu’ala Muhammad, sholallahu ‘alaihi wa salam
Pertama kali aku kenal dengan nama nabi Muhammad adalah ketika aku belajar mengaji di surau samping rumahku. Saat itu aku masih sekolah di Sekolah Dasar. Ustad yang mengajariku adalah ustad Fatah. Ustad yang ganteng, baik hati dan sabar sekali. Bagaimana tidak sabar? Setiap sore beliau sudah hadir di surau, sementara kami masih asyik bermain gala asin di lapangan yang letaknya persis di depan surau. Beliau akan memanggili nama kami satu-satu dan menyuruh kami mandi dan bergegas ke surau, mengaji bersamanya. Itu dilakukannya setiap hari, tidak bosan dan tidak pernah marah.
Suatu hari, mungkin beliau berpikir keras mencari cara untuk menarik perhatian kami mengaji tanpa diteriaki. Hari itu, beliau tidak mengajari kami mengaji alif ba ta juga tidak mendengarkan kami belajar membaca Al Qur’an. Kami duduk manis melingkar di depannya dengan penuh tanya. Ternyata beliau mengajak kami untuk mendengarkan cerita tentang nabi-nabi. Kami pun bersorak kegirangan. Bersiap mendengarkan dengan penuh rasa penasaran.
Kisah yang diceritakannya pertama kali adalah kisah nabi Muhammad saw, anak yatim. Kami mendengarkan dengan khusyuk, sekali-kali saja ada teman yang nyeletuk karena memang ceritanya menarik sekali. Apalagi aku kan suka banget dengan buku cerita, macam-macam buku komik sudah habis aku lahap, seperti Donal Bebek, Nina, tintin, HC. Andersen, Trio Detektif dan masih banyak lagi. Tetapi aku belum pernah membaca atau mendengarkan cerita tentang nabi Muhammad. Aku pun punya perpustakaan buku kecil dan sukses menyewakan buku-buku komikku yang bagus-bagus pada teman-temanku.
Ustad bercerita, nabi Muhammad ketika lahir kota Mekah diterangi cahaya putih. Kota Mekah juga di serbu oleh tentara bergajah, tetapi Allah mengusir tentara bergajah dengan mengirimkan burung Ababil. Makanya, ada surat dalam Al Qur’an dengan nama gajah, Al Fiil. Ustad pun bercerita tentang riwayat hidup nabi Muhammad. Sejak masih kecil nabi Muhammad sudah ditinggal oleh Ayah Abullah dan Ibunda Aminah. Beliau juga kemudian ditinggal oleh kakeknya, Abdul Mutholib.
Masih kecil, ditinggal oleh kedua orangtuanya, di tinggal kakeknya pula. Aku sedih sekali mengingatnya. Sampai di rumah, sambil tersedu-sedu aku bercerita kepada nenekku. Nenek pun mengingatkan aku untuk senantiasa sayang pada anak yatim. “Jika kita sayang pada Rasulullah, maka kita harus memuliakan anak yatim.” Nasehat nenek.
Hari-hari berikutnya, kami menjadi bersemangat mengaji. Tidak ada lagi teriakan ustad Fatah menyuruh kami mandi dan bersiap ke surau. Sebelum ustad datang, kami sudah duduk dengan manis menunggu beliau datang.
Kisah yang diceritakannya bersambung, membuat kami penasaran dan ingin sekali segera mendengarkan kisah selanjutnya. Sayangnya, jaman kecilku belum ada telepon di rumah. Kalau ada kan langsung telepon saja.
Selama itu, aku selalu membayangkan bertemu dengan Rasulullah. Kata ustad, kalau kita bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad, maka mimpi itu nyata, karena setan tidak bisa meniru wajah rasulullah. Setiap malam aku selalu mengharapkan bermimpi bertemu Rasul, karena kerinduanku padanya. Tetapi sampai kini, mimpi itu tidak pernah menghampiri tidurku. Aku tetap bersabar dan tetap berharap (keukeuh), semoga tidak hanya bermimpi saja bertemu dengan beliau, tetapi akan terwujud di akhirat kelak.
Ya, itulah sedikit kisah pertemuan pertamaku dengan Rasulullah saw. Aku begitu takjub mendengar kisah Rasul lewat lisan ustad Fatah, semoga Allah memberikan kebaikan dan umur yang panjang pada ustad Fatah. (Tiba-tiba jadi kangen dan ingin silaturahim dengan beliau). Semoga kami dipertemukan dengan Rasulullah saw dalam sebaik-baik keimanan. Amiinnn.
Post a Comment
Post a Comment
iframe komentar