Nihon no Keisatsu wa kibishi datta. Hai, Moms, sebelumnya, aku mau buat disclaimer dulu, ya, bahwa artikel ini adalah jurnal harian saya waktu saya tinggal di Jepang. Kejadiannya pada bulan Juli 2006. Jadi sudah lama sekali, yaa. Waktu itu saya tulis di Multiply, hayo siapa anak MP nih, tos dong! Semoga Moms semua bisa memetik hikmah dari artikel ini dan tentu saja suka membacanya, hingga akhir.
Saya tidak pernah membayangkan sama sekali, tinggal di negara orang dituduh seorang kriminal atau jadi saksi sebuah kejadian kriminal. Pokoknya berurusan sama polisi Jepun tidak pernah sama sekali ada dalam bayangan saya. Dulu, bayangan yang ada adalah hal yang menyenangkan saja dan membahagiakan.
Ketika hal itu terjadi, tentu saja perasaan takut...deg-deg-an...sedih... menjadi satu. tidak karuan. Saya memang tidak pernah mengalami langsung, tapi kejadian ini menimpa suami saya tercinta. Kejadiannya memang sudah berlalu sebulan yang lalu, tetapi tetap saja saya tidak bisa melupakannya.
Pindah ke Rumah Totoro
Jadi begini ceritanya ...
Waktu itu musim panas tahun 2006, tepatnya di bulan Juni.
Sedikit flashback yaa,
Tahun 2004 beasiswa suami distop oleh pemerintah Jepang, karena beasiswa ini sudah berjalan selama 3 tahun. Suami saya mendapatkan beasiswa dari Mombusho untuk program doctor dari tahun 2001 sampai 2004. Nah, seharusnya suami kan selesai ya, tapi ternyata belum selesai juga, maka sesuai kebijakan maka setelah 3 tahun, maka uang sekolah dll ditanggung sendiri. Maka untuk mengurangi beban apato, kami pun berusaha mencari rumah/apato yang murah.
Alhamdulillah, meski dengan proses yang lumayan panjang, kami mendapatkan rumah yang murah, fasilitas dari kampus. Walaupun rumahnya tua, tapi besar, halamannya luas, dan mencirikan khas rumah orang Jepang.
Saya bersyukur sekali bisa merasakan tinggal di rumah itu, style-nya Jepang banget
Fyi, katanya sih usia rumah itu dah 30 tahun, seusia saya. Kadang mikir juga, aman gak yah kalo ada jisin tapi sampai saat ini sih alhamdulillah aman.
Anak-anak juga suka sekali dengan rumah itu, seperti rumah Totoro katanya, karena di bawah rumah ada fentilasi udara, anak-anak kadang melongok ke bawah sekadar ikut-ikutan tokoh dalam cerita Totoro, sambil berteriak,"makkuro-kuro sike dette oide!" sambil tertawa-tawa riang. Dan mereka puas sekali bisa berlari-lari di dalam rumah, karena memang di dalam rumah itu banyak pintu dan ruangannya besar sekali. Lantainya juga beralaskan full tatami (kecuali dapur dan koridor), tidak mengkhawatirkan jika mereka terjatuh.
Demikian sekilas info tentang rumah kami.
Gara-gara Sepeda Bekas
Nah, cerita kriminalnya gini nih,
Didepan rumah kami, karena itu rumah bekas ditempatin oleh gakuin/pegawai Udai dan beberapa mahasiswa, maka ada 4 sepeda bagus di sana. Tidak berpenghuni. Sebagiannya memang terkunci, tapi ada juga yang tidak dikunci.
Suamipun sempat melaporkan keberadaan sepeda di rumah kami, kakunin punya siapa sepedanya. Staff Ryugakusei Sentanya gak tahu, jadi menyerahkan semuanya kepada kita.
Kebetulan, di bulan April yang lalu, ada teman Muslim dari Mauritania datang untuk menyelesaikan tugas belajar di Udai. Suamipun memberikan bantuan sekadarnya, seperti alat-alat makan dan sebuah sepeda yang masih layak pakai dari depan rumah. Brother dari Mauritania ini kebetulan memilih sepeda yang memang paling
bagus. Dan sepeda itu benar-benar bermanfaat sekali, Brother itu memakai sepeda itu untuk keperluan sehari-harinya ke kampus.
Suamipun sempat melaporkan keberadaan sepeda di rumah kami, kakunin punya siapa sepedanya. Staff Ryugakusei Sentanya gak tahu, jadi menyerahkan semuanya kepada kita.
Kebetulan, di bulan April yang lalu, ada teman Muslim dari Mauritania datang untuk menyelesaikan tugas belajar di Udai. Suamipun memberikan bantuan sekadarnya, seperti alat-alat makan dan sebuah sepeda yang masih layak pakai dari depan rumah. Brother dari Mauritania ini kebetulan memilih sepeda yang memang paling
bagus. Dan sepeda itu benar-benar bermanfaat sekali, Brother itu memakai sepeda itu untuk keperluan sehari-harinya ke kampus.
Waktu pun berlalu, selama itu semuanya berjalan dengan aman aja. Kami tidak curiga kalau salah satu sepeda yang ada di depan rumah saya itu adalah sepeda curian.
Nah, ketika Brother Cherif, nama teman kami itu, sedang mampir di penyewaan buku dan CD,
sepedanya diciduk polisi. Dan dia pun diintrograsi seperlunya oleh polisi. Dan Brother Cherif mengakui bahwa ia mendapatkan sepeda dari suami saya.
Lalu, tak lama kemudian suami saya ditelpon polisi untuk mengurus sepeda curian itu. Dan menolong brother Cherif dari tuduhan pencurian. Suami saya memang kurang begitu baik bahasa Jepangnya. Karena beliau datang belajar di jepun tuk menyelesaikan program doktor yang notabene gak begitu menggunakan bahasa Jepang.
Ketika polisi bertanya apakah benar sepeda itu suami saya yang kasih, suami saya mengiyakan, bahwa dirinya yang memberikan sepeda itu ke Brother cherif (tanpa ada prasangka sama sekali). Itulah awal polisi menuduh suami saya mencuri sepeda curian. Kesalahan pengucapan satu kata saja dalam bahasa Jepang ternyata berakibat sangat fatal sekali. Seharusnya suamiku gak bilang bahwa dia memberikan sepeda itu (Ageru..) tapi mempersilahkannya untuk memakai sepeda itu karena memang tidak berpenghuni, begitu katanya sih. Tapi kan, mana kita tahu, Bahasa Jepang aja minim banget!
Akhirnya brother cherif dibiarkan pergi, sementara suami saya yang menjadi tertuduh kriminal, yaitu dengan tuduhan memberikan sepeda curian kepada temannya
(walaupun pada kenyataannya suami saya tidak melakukannya).
sepedanya diciduk polisi. Dan dia pun diintrograsi seperlunya oleh polisi. Dan Brother Cherif mengakui bahwa ia mendapatkan sepeda dari suami saya.
Lalu, tak lama kemudian suami saya ditelpon polisi untuk mengurus sepeda curian itu. Dan menolong brother Cherif dari tuduhan pencurian. Suami saya memang kurang begitu baik bahasa Jepangnya. Karena beliau datang belajar di jepun tuk menyelesaikan program doktor yang notabene gak begitu menggunakan bahasa Jepang.
Ketika polisi bertanya apakah benar sepeda itu suami saya yang kasih, suami saya mengiyakan, bahwa dirinya yang memberikan sepeda itu ke Brother cherif (tanpa ada prasangka sama sekali). Itulah awal polisi menuduh suami saya mencuri sepeda curian. Kesalahan pengucapan satu kata saja dalam bahasa Jepang ternyata berakibat sangat fatal sekali. Seharusnya suamiku gak bilang bahwa dia memberikan sepeda itu (Ageru..) tapi mempersilahkannya untuk memakai sepeda itu karena memang tidak berpenghuni, begitu katanya sih. Tapi kan, mana kita tahu, Bahasa Jepang aja minim banget!
Akhirnya brother cherif dibiarkan pergi, sementara suami saya yang menjadi tertuduh kriminal, yaitu dengan tuduhan memberikan sepeda curian kepada temannya
(walaupun pada kenyataannya suami saya tidak melakukannya).
Dituduh Meski Tidak Melakukan
Suamipun diintrogasi di koban selama kurang lebih 5 jam. Alhamdulillah masih boleh pulang untuk shalat magrib dan mengantarkan tamu-tamunya pulang (kejadiannya sore hari dan kebetulan suami sedang dikunjungi beberapa temannya dari luar kota).
Ketika suami dipanggil untuk menjelaskan semua itu di Koban dekat rumah, saya sudah merasakan ada yang tidak beres. Anak-anak pun merasakannya dan menangis melihat Abinya gelisah dan tergesa-gesa untuk menuju tempat kejadian. Akhirnya saya hanya bisa berpesan, agar suami tidak menjelaskan segala sesuatu itu memakai bahasa Jepang. Pergunakan saja bahasa Inggris, karena itulah yang paling bisa difahami saat ini. Masalah polisinya ngerti atau gak, itu urusan lain. Alhamdulillah suami mau menuruti nasihat saya.
Waktu dalam penantian sangat berat sekali, tidak ada hbungan telpon sama sekali, bagaimana kelanjutan kasus tersebut. Tidak ada berita, hanya resah yang ada.
Saya pun berinisiatif untuk mencarikan transleter, kebetulan ada muslimah Jepang yang bersuamikan orang Pakistan, beliau bisa berbahasa Jepang dan Inggris dengan baik. Akhirnya saya menelpon sister itu dan Alhamdulillah dalam hitungan menit, mereka sudah meluncur ke Koban.
Memang benar ada berita acara yang harus ditulis. Alhamdulillah dengan bantuan brother itu, suami saya menjelaskan kembali hal ihwal pemberian sepeda itu. Tapi, polisi tetap polisi, walaupun terbukti bahwa suami saya tidak bersalah, tetap saja dijadikan honin atau tersangka. dan tetap akan diproses sesuai
hukum keadilan Jepang.
Ketika suami pulang kerumah, kondisinya sudah lelah sekali, dan seperti yang enggan
berbicara. Sangat mengkhawatirkan sekali.
Tapi saya tidak tahan. Saya tanyaan hasil hari itu, suami hanya menjawab, "tetap akan diproses, Abi sebagai tersangka. Hari Rabu difoto di kepolisian besar. InsyaAllah besok akan coba konsultasi dengan Goto sensei (senseinya yang merekomendasikan beliau posdok di sini, Fyi, suami sudah selesai program doktornya, sekarang sedang menjalani tugas posdok setahun).
Saya hanya bisa mengomel, kenapa sih polisi sini begitu? saya mencoba memahami, ternyata hukum di jepang itu strik banget, kalau di Indonesia nyolong motor di depan rumah juga susah banget prosesnya ya, laporan sudah, tapi mungkin berbelit-belit mengambil hak kita lagi. Nah, di Jepang, sepeda tak bertuan, ada kali 5 sepeda di depan rumah, ada yang bannya sudah kempes, ada yang udah karatan. Eh ternyata itu laporan sudah lama sekali, masih dilacak keberadaanya.
hukum keadilan Jepang.
Ketika suami pulang kerumah, kondisinya sudah lelah sekali, dan seperti yang enggan
berbicara. Sangat mengkhawatirkan sekali.
Tapi saya tidak tahan. Saya tanyaan hasil hari itu, suami hanya menjawab, "tetap akan diproses, Abi sebagai tersangka. Hari Rabu difoto di kepolisian besar. InsyaAllah besok akan coba konsultasi dengan Goto sensei (senseinya yang merekomendasikan beliau posdok di sini, Fyi, suami sudah selesai program doktornya, sekarang sedang menjalani tugas posdok setahun).
Saya hanya bisa mengomel, kenapa sih polisi sini begitu? saya mencoba memahami, ternyata hukum di jepang itu strik banget, kalau di Indonesia nyolong motor di depan rumah juga susah banget prosesnya ya, laporan sudah, tapi mungkin berbelit-belit mengambil hak kita lagi. Nah, di Jepang, sepeda tak bertuan, ada kali 5 sepeda di depan rumah, ada yang bannya sudah kempes, ada yang udah karatan. Eh ternyata itu laporan sudah lama sekali, masih dilacak keberadaanya.
Saya juga masih aja ngomel, kenapa tidak disosialisasikan ke ryugakusei senta di universitas. Suamipun sudah menjelaskan ,
sudah melaporkan sepeda-sepeda itu ke ryugakusei senta, polisinya malah berdalih,
ryugakusei senta bukan kepolisian! Hu..uh..sebel banget deh!
Malam itu berubah menjadi malam yang panjang, suamipun tidak bisa tidur dengan nyenyak....kasihan sekali...akupun ikut merasakan sekali kesedihannya dan kekhawatirannya...
Esok harinya, suami masih belum mau makan....tidak ada selera makan katanya....sedih banget....biasanya melihat makannya banyak..sekarang tidak ada sepotong makanan pun yang masuk kedalam perutnya.....
Sore bertemu dengan suami, masih dalam keadaan yang sama. Saya tanya giman hasil pembicaraannya dengan Goto sensei? jawabannya..sensei masih sibuk, tapi sudah laporan. selesai.
Menjelang hari Rabu, suami bilang, mungkin besok akan ada mobil polisi datang kerumah dengan sirine yang mengaung-ngaung...kemudian suami saya dibawa dengan mobil polisi ke koban terdekat..kemudian dibawa ke kepolisian besar, di foto sebagai tersangka pencurian sepeda....ya Allah...bener2 hal yang gak pernah terlintas dalam fikiran akan menanggung beban seberat itu.....suamiku..gambare ne...sahutku dalam hati.
Dalam mobil, ketika menjemput anak-anak dan belanja keperluan sehari-hari, kamipun asyik berdiskusi untuk rabu besok. Saya sarankan untuk menelpon polisi yang kadang-kadang datang kerumah kami. tapi ternyata suami tidak menyimpan nomer telponnya di HP tapi di kertas dan mungkin sudah hilang..entah kemana....
Akhirnya saya hanya bisa memberikan dukungan kepadanya lewat sms di ketai, "Abi, jangan takut yah...walaupun kita tidak ada backingan dari polisi-polisi itu tapi kita punya backingan yang jauh lebih kuat, yaitu Allah Yang Maha Kuasa". Yah...saya hanya bisa berdo'a semoga Allah memberikan yang terbaik bagi keluarga kami . Mana lagi hamil gede , kalau tiba-tiba suami harus "nginep" di penjara sini bagaimana?
Sudah tergambar aja dalam kepala seperti drama-drama jepang di tivi, suamiku di giring ke kantor polisi, dibawa dengan mobil polisi dengan sirine mengangung....ya Allah apakah saya sanggup....
Diantara do'a-do'a yang aku panjatkan, aku berdo'a kepada Allah sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw, ....wala taj'al mushibatana fiy dinina...." dan janganlah Engkau jadikan musibah kami menimpa agama kami".
Alhamdulillah, Happy Ending
Hari Rabu pun tiba. Saya standby di rumah. Kata suami mungkin jam 3 polisi akan ke rumah. Ternyata sampai jam 3 belum muncul juga tuh raungan sirine. Suami juga belum pulang ke rumah. Saya pun tidak tahan untuk tidak menelpon, tapi ternyata telpon suami rusuban. Akhirnya telpon yang ditunggu-tunggu pun datang juga. Saya sudah tidak sabar bertanya segala macem. Kata suami, polisi sudah ditelpon sama Goto Sensei, dan kami janjian langsung ke Koban.
Wah..lega. Alhamdulillah. Raungan sirine pun batal aku saksikan.
Suami hanya berpesan, mungkin besok polisi akan datang dan mencek 3 sepeda lainnya yang ada di rumah. Jadi tugas saya hanya ngempesin ban sepeda yang sering dipakai suami. akhirnya saya dnegan perasaan deg-degan ngempesin tuh sepeda dan berdo'a mudah-mudahan hujan lebat turun agar sidik jari saya tidak ada di pentil sepeda itu. Alhamdulillah hujan memang kemudian turun....
Ya..Allah, Alhamdulillah cucuran rahmat mu datang dan menyejukan sekali hati yang gundah ini. Semoga kabar baik yang akan menghampiri keluarga kami setelah ini. Doaku dalam hati....
Malam, menunggu kepulangan suami hati masih deg-degan menunggu penjelasan dari mulut suami saya. Alhamdulillah melihat senyumnya merekahpun saya sudah tahu kalau semua berjalan baik-baik saja. Seperti biasa, saya nyerocos terus bertanya hasil pertemuannya dengan polisi kali ini. Alhamudlillah kata suami, dia datang bersama dengan Goto sensei dan seorang staff ryugakusei senta Udai. Pembicaraannya pun berlanjut santai dan berita acara suami bisa diubah. Suami juga bebas dari harus difoto di kepolisian besar.
Dan ada kejutan! Ternyata polisi yang sering datang ke rumah kami, Nozawa Keisatsu pun datang ke Koban itu. Ternyata Nozawa Keisatsu ini semacam detektif polisi yang menjaga kami orang asing. Pantas saja, dia setiap bulan datang ke rumah, sekadar silaturahim, ngobrol dengan suami dan selalu saja membawa oleh-oleh seperti Melon dan kue-kue manis untuk anak-anak.
Di akhir pembicaraan Nozawa Keisatsu menyalami suami, "Simpai nai ne!" katanya, sambil menepuk bahu suami. Alhamdulillah semua sudah berakhir dengan baik.
Ya Allah, pertolongan-Mu sangat dekat!
Hari Kamisnya, polisi datang untuk mencek ketiga sepeda, melihat nomer registrasi dan melaporkannya lewat handy talki. Ternyata ketiga sepeda yang masih ada dirumah saya bukan sepeda curian. Dan sesuai perjanjian hari rabu, maka sepeda tersebut menjadi tanggungjawab
ryugakusei senta (kampus)
Demikianlah ceritanya.
Hari Kamisnya, polisi datang untuk mencek ketiga sepeda, melihat nomer registrasi dan melaporkannya lewat handy talki. Ternyata ketiga sepeda yang masih ada dirumah saya bukan sepeda curian. Dan sesuai perjanjian hari rabu, maka sepeda tersebut menjadi tanggungjawab
ryugakusei senta (kampus)
Demikianlah ceritanya.
Menegangkan dan membuat hati tidak karuan. Alhamdulillah, berakhir happy ending. Dan meski demikian banyak hikmah yang bisa kami petik dari kejadian tersebut. Terutama kata pepatah, dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Hikmah dari kejadian menimpa keluarga kami yang bisa dipetik.
1. Kami jadi lebih berhati-hati jika menemukan sepeda-sepeda di dalam halaman, di kampus atau di jalanan yang dirasakan masih layak pakai. Walaupun tidak ber-tuan, siapa tahu sepeda curian.
2. Mengetahui prosedur penemuan sepeda, yaitu langsung melaporkannya kepada polisi. (kalau gak mau tersangkut, biarin aja..gak usah dibawa pulang..
3. Lebih peduli kepada nomer registrasi sepeda. Siapa tahu mempunyai pengalaman yang sama, sepeda dicuri orang, akan mudah dalam pelacakan.
4. Lebih aman dengan membeli sepeda baru jika memungkinkan. Kalau misalnya diberi orang, harus jelas siapa pemberinya. Misalnya sensei atau chuta (pendamping, biasanya mahasiswa jepang).
5. Jika kemudian kita menjadi tertuduh dalam kasus "pemakaian" sepeda, segera laporkan kepada sensei kita. Di jepang, sensei daigaku itu lebih tinggi loh pangkatnya dibandingkan polisi...(katanya sih....cmiiw)
6. Memberikan sepeda yang ada dirumah atau nemu di kampus (bukan milik kita) kepada orang lain tanpa sepengetahuan polisi, adalah tindakan kriminal...kibishi na.....
Utsunomiya, Juli 06
Catatan :
* Udai : Utsunomiya Daigaku
* Ryugakusei senta : Pusat administrasi Mahasiswa Internasional
* Gakuin : staff universitas
* Totoro : Tokoh film anime jepang (sejenis binatang)
* Jisin : Gempa bumi'
* Keisatsu : Polisi
* kibishi : keras, ketat, berat
* rusuban : tidak bisa dihubungi
Waduh menegangkan ceritanya mba, alhamdulillah semuanya baik baik aja ya, suka sekali saya kalau ada cerita orang indo yang tinggal di jepang :)
ReplyDeleteTegang banget mbak, alhamdulillah kejadian itu benar benar jadi pelajaran berharga bagi Saya dan keluarga
Deletekeren mba tulisan pertamanya udah panjang kali lebar hehehe. dan banyak informasi juga soal Jepang ya. ya ampun penasaran aku baca sampai bawah mba, alhamdulillah happy ending ya. gara-gara sepeda aja ampe panjang ya. tapi memang betul setiap negara punya hukum dan aturan yang berbeda-beda. jaid pelajaran juga buat saya harus lebih hati-hati saat kita berkunjung ke negara orang lain. bumi dipijak disitu langit dijunjung, terima kasih mba ini sangat bermanfaat buat saya
ReplyDeleteAkhirnya pengalaman menegangkan ini jadi tulisan pertama di blog ini ya.
ReplyDeleteMenulis di blog jadi semacam diary, kita punya kenangan akan kejadian yang pernah dilalui.
Alhamdulillah masalahnya cepat teratasi ya.
Mbak aku ikut deg2an membaca pengalamannya di atas. Ya Allah mana di negeri orang, bahasanya terbatas pula, terus berusan dengan polisi. Alhamdulillah happy ending ya Mbak. Ternyata untuk sepeda aja, hukum di Jepang ketat ya
ReplyDeleteDi satu sisi aku salut Ama polisi Jepang, yg masih ttp aja melacak sepeda tua curian. Ketemu aja ya mbaaa, pdhl udh lama.
ReplyDeleteTp memang , jepang gitu loh. Barang hilang di stasiun aja bisa ketemu. Aku tiap kali ke Jepang, jujurnya slaluu merasa nyaman dan aman, Krn percaya Ama orang2nya. Aku tau ga semua baik, tp mayoritas dr mereka ya jujur. Adekku pas masih tinggal di Jepang juga bilang integritas orang2 Jepang ini seperti apa.
Aku tertarik sama bagian ini hihihihi : "Tapi, polisi tetap polisi". Ternyata tidak hanya di Indonesis saja ya yg begitu. Mudah menyimpulkan, even ada bukti. Tp seakan tutup mata.
ReplyDeleteTp bener, pertolongan Tuhan dekat sekali yaaaa.
Masya Allah, tulisan pertamanya panjang dan detil sekali. Tapi emang iya ya kalau menuliskan kisah atau cerita yang kita alami sendiri pasti lancar dan bisa panjang sepanjang jalan kenalan. Semoga sayapun bisa menulis sedetail dan sepanjang ini.
ReplyDeleteMenegangkan juga baca kisahnya ini Mbak. Meski ini kejadian udah lama tapi baca ini kayak kejadiannya baru kemarin aja. But syukurkah suami Mbak bisa terbebas dari masalah sepeda curian itu.
ReplyDelete